Jumat, 09 Desember 2016

Ratna Inten Dewata (Mengapa Garut disebut kota Intan)

Ratna Inten Dewata (Mengapa Garut disebut kota Intan)

Banyak yang beranggapan bahwa ceritra Raden Inten Dewata hanya sekedar dongeng atau legenda, Sebab tidak ada bukti yang pasti atau data akurat yang betul-betul bisa dipercaya. Akan tetapi, ceritra Ratna Inten Dewata masih tetap berupa dongeng nenekmoyang yang masih diingat dan terpelihara di masyarakat Tarogong Garut, serta menjadi legenda nenek moyangnya kerajaan Timbangaten.
Tahun 50-an,pernah sengaja ditelusuri beberapa situs yang dianggap bekas kerajaan Timbangaten. Diantaranya lokasi Korobokan, Cipanas, dan Gunung Putri. Tetapi sayangnya, rencana menuju puncak gunung Guntur tidak bisa terlaksana, keadaan keamanan pada waktu itu tidak memungkinkan, karena ada sekumpulan penjahat.
Pada waktu menuju ke lokasi Korobokan tidak jauh dari kecamatan Tarogong sekarang, tahun 50-an masih banyak gundukan batu. terlihat dimana-mana gundukan batu, seperti bekas bangunan lama. Di sekelilingnya banyak pohon bambu, tanaman yang besar-besar bercampur dengan alang-alang. Ada juga beberapa kuburan lama yang tidak terpelihara, berantakan. Lokasi tersebut berada di atas bukit kecil. Berjalan ke puncaknya tersebut menanjak. Katanya di lokasi tersebutlah bekas kerajaan Timbangten. Tetapi kalau kita ke sana sekarang, situs tersebut sudah tidak terlihat lagi. Yang ada hanya bangunan baru, seperti sekolah serta rumah yang berdempetan. Tidak terlihat lagi gundukan-gundukan batu yang dulu dianggap sebagai bekas kerajaan Timbangten.
Di puncak gunung Putri, kalau kita melihat kea rah Timur serta Selatan, pemandangan sangat menakjubkan. Di sebelah Timur, terlihat pemandian Cipanas, agak jauh ke arah Timur terlihat kecamatan Tarogong. Agak jauh ke arah Selatan, masih jelas terlihat rumah-rumah bangunan serta mesjid Agung Garut. Sungguh pantas dan terbayang kalau tempat ini tidak lain adalah situs bekas Kangjeng Ratu Inten Dewata yang pernah bertempat tingal di tempat ini.
Kerajaan Timbangten tadinya pusat kotanya di Korobokan, kemudian pindah ke Tarogong setelah gunung Guntur meletus. Kerajaan Timbangten termasuk negara yang mandiri, artinya tidak terjajah oleh negara lain. Tanahnya subur, Kaya akan sumber alamnya. Aman, tidak ada penjahat. Rajanya yang terkenal adalah Rangga Lawe, seorang raja yang sangat adil, berwibawa, dan dicintai rakyatnya. Seharusnya yang memegang kendali kerajaan itu bukan Rangga Lawe, tetapi kakanya yang bernama Ratna Inten Dewata. Seorang perempuan yang cantik, perawakannya tinggi langsing, mempunyai kulit kuning serta rambutnya hitam ikal. Tetapi dia tidak mau memegang kerajaan, malah dilimpahkan ke adiknya, Rangga Lawe. Sedangkan Rangga Lawe adalah seorang perjaka yang bagus perawakan serta wajahnya, sangat gagah serta cakap dalam segala urusan.
Sebelum Rangga Lawe menjadi raja, yang memegang kerajaan Timbangten adalah ayahnya, Rangga Raksa Nagara. Dari permaisuri Dewi Gandani, beliau mempunyai dua putra, yang besar bernama Ratna Inten Dewata, adiknya Rangga Lawe. Pada waktu raja sudah tua dan mau meninggal, pernah dalam suatu pertemuan beliau membuat wasiat bahwa beliau melimpahkan kerajaan Timbangten ke anaknya yang paling besar yaitu Ratna Inten Dewata. Hal ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun. Tetapi denga penuh pengertian putri Inten menjawab” Saya sudah berjanji akan melaksanakan niat. Kalau saya dipanjangka usia dan ayah serta ibu sudah tidak ada, saya ingin menenangkan pikiran, menyepi sendirian. Pendeknya tidak ada keinginan menjadi pemegang pemerintahan. Oleh karena itu, bukan bermaksud menolak pemberian ayah, sebaiknya diserahkan saja kerajaan ini kepada adik, Rangga Lawe. Sungguh sangat pantas kalau adik dijadikan raja, seorang pemuda yang gagah, besar keberaniannya, cakap dalam segala urusan..” kata Inten Dewata. Selanjutnya bapaknya juga menyerahkan kerajaan ke Rangga Lawe.
Selang beberapa tahun kemudian, kemudian Ratu Inten Dewata berangkat ke gunung Kutu, yang sekarang disebut gunung Guntur, ditemani oleh Ki Rambut Putih. Ki Rambut Putih yang mengawal sang putrid. Bertahun-tahun tinggal di suatu tempat yang terkenal dengan Babakan Gunung Putri. Tempat yang membuat menjadi betah. Udaranya segar, sangat dingin. Bagaikan bunga-bunga yang harum semerbak. Burung-burung ramai berkiau. Suara aliran air mengalir ke kolam membuat menjadi betah.
Suatu saat, kerajaan Timbangten mendapat suatu cobaan yang sungguh besar. Yaitu kemarau panjang bertahun-tahun, sampai pada masyarakat kerajaan Timbangten tertimpa bencana kekurangan air. Ada usul dari para pembesarkerajaan supaya membuat bendunga air, sumber airnya mengambil atau membobol tempat tinggal putri yang berbentuk padepokan Ratu Inten Dewata.
Dengan tidak memikirkan bagaimana perasaan kakaknya, Rangga Lawe menyetujui untuk membongkar kediaman putri. Tempat yang menjadi kediaman paling disukai Ratna Inten kemudian dibongkar, dijadikan bendungan,tanpa meminta izin kepada yang punya.
Tentu saja Ratna Intan sangat marah. Mendadak langit menjadi mendung menutupi Timbangten dan daerah sekitarnya. Tadinya, rakyat Timbangten bergembira. Apalagi Rangga Lawe, dikiranya akan turun hujan, ditambah bendungan sudah akan selesai . Akan tetapi sukacita tersebut seketika itu juga sirna, karena mendadak bumi bergoncang. Gunung Guntur sepertinya bergemuruh. Gempa besar mulai bergoncang bumi. Kilat menyambar-nyambar. Gunung Guntur mengeluarkan batu> Suara menggelegar daari puncak gunung Guntur makin keras. Tanaman-tanaman tumbang tertiup angin yang sangat kencang. Kalau sudah seperti itu, baru rakyat Timbangten merasa takut. berlarian kesana-kemari, saling berteriak. Rangga Lawebaru tersadar, bahwa kejadian tersebut adalah kemarahan dari dewa karena telah sombong kepada kakaknya.. Rangga Lawe mencari kakaknya untuk meminta maaf dan berjanji untuk tidak sombong.
Dengan kehendak dari Allah, Rangga Lawe bertemu dengan Ratna Inten Dewata. Dia bersimpuh di kakinya sambil berkata”Maafkan aku kakak, Ini merupakan kemarahan dewa”Setelah Ratna Inten memberikan maaf-nya, menddadak gempa bumi berhenti. Gunung Guntur tidak memuntahkan lagi lahar panasnya. Batu besar atau kerikil tidak berterbangan lagi, langit mendadak cerah, angin melemah. Ini menandakan para dewa melihat kabersihan hati dewi Inten
Ratna Inten Dewata beserta Ki rambut Putih pergi ke arah Selatan menuju gunung Talaga Bodas, maksudnya untuk meneruskkan bertapa. Rangga Lawe pergi ke suatu tempat yang banyak sumber airnya. Rangga Lawe membuat kampung baru. Lama kelamaan kampung baru tersebut semakin ramai dibandingka Korobokan yang lama. Sampai sekarang kampong baru tersebut terkenal dengan sebutan Tarogong. Korobokan menjadi hutan belantara karena tidak ada yang mengurus. Akan tetapi namanya sampai sekarang masih ada.
Menurut ceritra lama. Rangga Lawe yang dinobatkan menjadi raja oleh rakyat Tarogong, setelah membuat bangunan untuk dirinya, tenggelam, tidak meninggalkan jejak. Cipanas, sekarang menjadi tempat wisata. Baik untuk bersenang-senang atau untuk mengobati penyakit kulit. Begitu juga Tarogong sekarang makin ramai dibandingkan kampung Korobokan. Sekarang Garut terkenal dengan sebutan Kota Intan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar