FILSAFAT KOMUNIS
A.
PENGERTIAN
KOMUNIS
Komunisme adalah sebuah ideologi. Penganut faham ini
berasal dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan
Friedrich Engels, sebuah manifes politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari
1848 teori mengenai komunis sebuah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas
(sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi
salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik. Komunisme pada
awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap faham kapitalisme di awal abad
ke-19an, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani
hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan
ekonomi.
Definisi komunisme atau paham komunisme. Paham
komunisme adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan
masyarakat kapitalis yang merupakan produk masyarakat liberal. Berkembangnya
paham individualisme liberalisme di barat berakibat munculnya masyarakat
kapitalis. Menurut paham
komunisme, hal itu mengakibatkan
penderitaan rakyat. Komunisime muncul
sebenarnya sebagai reaksi penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung oleh pemerintah. Bertolak
belakang dengan individualism kapitalisme, paham komunisme yang dicetuskan
melalui pemikiran Karl Marx memandang bahwa hakikat kebabasan dan hak individu
itu tidak ada. Paham komunisme dalam memandang hakikat hubungan Negara dengan
agama meletakkan pada pandangan filosofisnya yaitu materialisme diakletis dan
materialisme historis. Hakikat kenyataan tertinggi menurut komunsime adalah
materi.[1]
B.
SEKILAS TENTANG KAPITALISME
Kapitalis telah
mendehumanisasikan manusia(tidak memanusiakan manusia) dan membendakan manusia.
Seperti kutipan tulisan marx dalam buku Eko P. Darmawan, “kapitalis adalah
bangunan social yang memanusiakan benda dan mereifikasikan manusia., dan
menjadikan sarana sebagai tujuan dan menjadikan tujuan sebagai sarana.”
Pada masa revolusi teknologi, berarti
juga revolusi cara produksi manusia. Dan berpengaruh juga pada revolusi cara
kerja, maka muncullah pembagian kerja. Adam semit mengajarkan bahwa totalitas
proses kerja akan maksimal jika proses produksi dipecah-pecah menjadi beberapa
unit kerja, dimana masing-masing unit hanya mengerjakan satu komponen dari
totalitas proses produksi tersebut. Dari sini, terjadilah perubahan radikal dalam
makna kerja. Bekerja bukan lagi untuk mengejawentahkan dan mengembangkan diri manusia
secara objektif, namun merosot menjadi skrup dari produksi missal. Dia
mengalami dehumanisasi. Dia tak lagi bekerja sebagai manusia secara manusiawi.
Dan diapun tidak menemukan pekerjaan dalam pekerjaannya, dia tak lagi melayani
tuuan-tujuan sejati dari esensi manusia, namun untuk muelayani kepentingan laba
dan pemodal.[2]
Dalam system kapitalisme,
dalam memproduksi barang, segalanya harus kembali melebihi dari investasi modal
pertama. Laba harus dicari sebanyak-banyaknya. Proses produksi harus terus
menerus dijalankan. Dengan pertimbangan memberi upah buruh dengan
serendah-rendahnya. Dari kapitalisme ini maka akan muncullah sikap
konsumtivisme dari masyarakat. Semua orang bekerja mati-matian untuk memenuhi
kebutuhannya.
Hal di atas dikritik karl
marx. Bagi karl marx, makna kerja yang hakiki adalah menjadi semakin manusiawi,
dan dalam proses itu menemukan kebahagiaan. Pekerjaan merupakaan sesuatu yang
bersifat antropologis. Pekerjaan adalah sebuah proses pengungkapan diri manusia
secara objektif. Dan dengan prose itu manusia mengkongkretisasi dirinya, dia
tak lagi menjadi manusia yang abstrak.[3]
C.
KOMUNISME
Komunis sering kali diartikan
sama rata, sama rasa. Namun sama disini bukan dilihat secara makna ekonomis,
tidak menafikan adanya si kaya dan si miskin. Komunisme sesungguhnya merupakan
sebutan bagi fase sosio historis setelah runtuhnya kapitalisme.
Dalam fase kapitalisme, kaum
borjuis merupakan motor atau pengarah gerak sejarah. Mereka yang memandu gerak
dunia agarselaras dengan kepentingan-kepentingan labanya. Mereka yang
menggiring kebijakan-kebijakan politik diputuskan dan dijalankan sesuai dengan
tujuan-tujuan ekonominya. Mereka yang mener selaras denggiring agar kebijakan
–kebijakan militant kepentingannya. Merekalah yang memandu dunia agar segalanya
berpihak pada kepentingan-kepentingan mereka.
Dalam fase komunis,
komunitaslah yang menjadi motor pengarah dari gerak zaman. Dan cita-cita dari
komunitas itu sendiri ialah perkembangan segenap fakultas dalam diri manusia
demi kepentingan hidup bersama. Marx menulisnya” dan sebagai ganti dari
masyarakat borjuis yang lama, dengan struktur kelas dan antagonism antar kelas,
muncullah masyarakat paguyuban, masyarakat dimana gerak perkembangan setiap individu
menjadi prasarat gerak pra syarat perkembangan masyarakat.”
Pengertian komunis itu sama
rata dan sama rata adalah masyarakat komunis tak penting apakah orang kaya atau
orang miskin. Karena dalam kerena dalam kehidupan komunitas, semua orng akan
saling bergotong royong saling membantu. Manakala pikiran, perasaan dan
kehendak manusia berkembang secara selaras, maka sudah jelas kualitas-kualitas
berkembang dalam dirinya adalah kualiatas –kualitas yang lebih luhur. Pikiran
yang berkembang akan terarah pada pikiran yang luas dan dalam, sementara
perasaan yang berkembang, kasih saying, akan semakin luas melampaui ruang dann
waktu dan kehendak yang berkembang akan tumbuh kea rah watak yang ksatria yang
sanggup menghadapi rintangan mental apapun. Dari susunan individu-individu yng
berkembang ini, tak masalah apakah orang itu miskin, kaya, pintar, bodoh,
bergelar, ataupun tidak. Semua orang hidup dalam semangat kebersamaan,
persaudaraan, dan egaliterianisme. Tidak ada kelas dalam tatanan social, kelas
hanya didasarkan pada kesanggupan untuk berkembang, untuk menjadi lebih berkembang.
Kebahagian bukan terletak pada kepemilikan benda-benda akan tetapi manfaat diri
dalam mengembangkan pikiran, perasaan, dan kehendak untuk menolong orang lain.[4]
D.
MARX TENTANG NEGARA
Dalam tulisan-tulisan marx yang lebih awal, marx telah
mengatakan bahwa pemerintahan harus dijalankan oleh dan untuk rakyat. Dan tidak boleh dibiarkan berada di tangan birokrasi yang posisinya lebih
tinggi dari masyarakat. Namun marx segera meninggalkan pendiriannya itu. Ia
mengatakann bahwa Negara dan birokrasinya tidaklah benar-benar di atas
masyarakat. Dalam masyarakat berkelas, menurut marx, Negara adalah alat dari
kelas yang berkuasa, kendati Negara terkesan sebagai penengah dari beberapa
kepentingan yang bersaing. Kemudian dalam masyarakat kapitalis, Negara adalah
alat kelas pemilik modal. Dan ia tidak melayani kepenting setiapa pemilik modal
secara merata. Bahkan mungkin mereka mengorbankan beberapa diantara mereka atau
member konsensi umumterhadap kelas buruh, namun selama masyarakat itu kapitalis,
Negara akan berupaya mempertahankan hubungan-hibungan produksikapitalis.
Dan secara khusus, hak kepemilikan
pribadi atas sarana-sarana produksi.
Namun negara tidak akan mampu
mencegah krisis produksi kapitalis. Menurut marx, krisis yang terus berulang akan
mengarah pada meningkatnya konsentrasi kekuasaan atas modal,dan di lain pihak,
pada meningkatnya kekuatan-kekuatan organisasi kelas buruh. Pada mampu memenuhi
kepentingan dasarnya dengan cara menghancurkan Negara kapitalis itu sendiri. [5]
Kebanyakan filosof social yang
lebih awal memandang Negara sebagai lembaga manusia yang terpenting dan
berpendapat bahwa bagaimanapun juga Negara itu didasarkan pada perintah illahi,
ataupun hakikat manusia yang kekal. Bagi Marx,
tertugas filsafat bukan untuk membenarkan jenis Negara tertentu,
tugasnya lebih untuk mengkritik hubungan-hubungan produksi kapitalis yanga ada
dan bersifat menindas dan untuk mengungkap karakter filsafat-filsafat social
yang cenderung menciptakan kelas-kelas. [6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar