OBYEK DAN RUANG LINGKUP KAJIAN FILSAFAT ISLAM
obyek
filsafat terbagi menjadi dua obyek yaitu; obyek materi dan obyek formal
filsafat. Yang disebut obyek materi adalah hal atau bahan yang akan
diselidiki (hal yang menjadi sasaran penyelidikan), sedangkan obyek
forma adalah sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan
tersebut dipandang.
Obyek materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam dan Tuhan, sedangkan obyek formal filsafat yang menyangkut hakikat, sifat dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan kata lain bahwa objek filsafat Islam itu adalah meliputi :
Obyek materi filsafat yang diselidiki mengenai semua yang ada : manusia, alam dan Tuhan, sedangkan obyek formal filsafat yang menyangkut hakikat, sifat dasar arti atau makna terdalam dari sesuaatu hal . Dengan kata lain bahwa objek filsafat Islam itu adalah meliputi :
1.Objek materia filsafat ialah Semua yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok:
a.Hakekat Tuhan;
b.Hakekat Alam dan
c.Hakekat Manusia .
2.Objek
forma filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal
(sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat .
Dari
pemahaman di atas nampak bahawa Objek filsafat itu bukan main luasnya”,
yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang
ingin diketahui manusia. Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau
akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk
mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal
pikirannya.
Lebih lanjut DR Musa As’arie menjelaskan bahwa objek dari Filsafat
islam adalah membahas hakikat semua yang ada, sejak dari tahapan
ontologis, hingga metafisis, membahas nilai-nilai yang meliputi
epistemologis,estetika,dan etika yang disesuaikan dengan kecendrungan
perubahan dan semangat zaman. Kajian filsafat Islam terhadap objek
material dari waktu ke waktu mengkin tidak berubah, tetapi corak dan
sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus kajiannya (objek
formal) harus berubah dan menyesuaikan dengan perubahan, serta konteks
kehidupan manusia, dan semangat baru yang selalu muncul dalam setiap
perkembangan jaman.
Atas dasar pada bidang penyelidikan dari objeknya ini, maka filsafat dapat dibagi menurut objeknya adalah sebagai berikut:
1.Ada Umum yakni
menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ADA UMUM ini disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang berarti “ada”,
2.Ada Mutlak,
sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak
tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan
tidak berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan
pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang
“Tuhan” dalam Bahasa Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.
3.Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini
ialah filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak
mutlak, alam dan isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak
mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin “lenyep sewaktu-waktu” pada suatu
masa.
4.Antropologia (Filsafat
Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga
menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah
kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini
diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.
5.Etika: filsafat
yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia
yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang
membedakannya dengan lain-lain makhluk.
6.Logika: filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq.
Akal budi adalah akal yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk
mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, maka semua
penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi
takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia
mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran? Dengan
segera timbul pula soal, apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah
kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka penyelidikan
tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya objek Filsafat Islam ialah
sama dengan objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang
material maupun yang ghaib. Hanya Perbedaannya terletak pada subjek
yang mempunyai komitmen Qur’anik.
Ruang lingkup filsafat Islam menurut beberapa ahli filsafat di anataranya ::
Al Kindi :
Al Kindi :
Di kalangan kaum muslimin, orang yang pertama-tama memberikan pengertian filsafat dan lapangannya ialah Al-Kindi. la membagi filsafat menjadi 3 bagian, yaitu :
1): Ilmu fisika (ilmu-thabiyyat) sebagai tingkatan yang paling bawah.
2). IImu matematika (al - ilmur - riyadhi) sebagai tingkatan tengah-tengah.
3).Ilmu Ketuhanan (ilmur - rububiyyah) sebagai tingkatan yang paling tinggi.
Al Farabi :
Menurut Al-Farabi, lapangan filsafat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Filsafat teori, yaitu mengetahui sesuatu yang ada, dimana seseorang
tidak bisa (tidak perlu) mewujudkannya dalam perbuatan. Bagian ini
meliputi :
- ilmu matematika. - ilmu fisika.
- ilmu metafisika.
2. Filsafat amalan, yaitu mengetahui sesuatu yang seharusnya diwujudkan dalam perbuatan dan yg menimbulkan kekuatan
Utk mengerjakan bagian-bagian yg baik. Bagian ini meliputi :
Ilmu akhlak ; yaitu amalan yg berhubungan dgn perbuatan perbuatan yg baik
Filsafat politik: yaitu amalan yg berhubungan dg perbuatan perbuatan baik yg seharusnya dikerjakan oleh penduduk negeri.
Ibnu Sina :
Pembagian
filsafat menurut Ibnu Sina pada pokoknya tidak berbeda dengan
pembagian-pembagian sebelumnya, yaitu filsafat teori dan filsafat
amalan. Akan tetapi ia menghubungkan kedua bagian tersebut kepada agama.
Dasar-dasar filsafat tersebut terdapat dalam agama atau syari'at Tuhan,
hanya penjelasannya didapatkan oleh kekuatan akal-pikiran manusia.
Pembagian filsafat Ketuhanan menurut Ibnu Sina ialah :
l).
Ilmu tentang cara turunnya wahyu dan makhluk-makhluk rohani yang
membawa wahyu itu; demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan,
dari sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan
didengar.
2).
Ilmu keakhiratan, antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia
ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itulah yang
akan mengalami siksaan dan kesenangan.
HUBUNGAN FILSAFAT ISLAM DENGAN ILMU KEISLAMAN LAINNYA
Di
Indonesia sampai hari ini, keilmuan Islam yang dikembangakan masih
dipengaruhi oleh adanya dikotomi ilmu yang membagi ilmu umum dan ilmu
agama, dengan institusi pendidikan yang berbeda pula, yang satu berada
di bawah DEPDIKBUD dan yang satunya berada berada di bawah DEPAG dan
celakanya ilmu agamalah yang dianggap ilmu keislaman, sehingga dalam
studi keislaman, yang menjadi fokus adalah kajian-kajian ilmu
keagamaaan. Padahal, dalam al-Qur’an, semua ilmu (ilmu pasti, ilmu alam,
ilmu humaniora, filsafat dan ilmu agama) merupakan satu kesatuan dan
hakikatnya adalah penjelmaan dan perpanjangan saja dari ayat-ayat Tuhan
sendiri, baik ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis dalam kitab al-Qur’an
atau yang tersirat dalam alam semesta.
Dalam menghadapi kompleksitas dan pluralitas persoalan kemanusiaan dewasa ini, maka diperlukan suatu integrasi (kesatuan/tauhid) ilum-ilmu untuk medekati dan memecahkan persoalan tersebut, suatu pendekatan yang disebut sebagai multi disciplineapproach, yang bisanya adalah filsafat.
Dan jika dilihat dari adanya kecendrungan makin kompleknya persoalan yang dihadapi manusia, seperti keterbelakangan dan kemiskinan, yang mana hal itu tidak mungkin dipecahkan dengan pendekatan tunggal saja. Maka mau tidak mau, berkerja sama berbagai ilmu itu mutlak diperlukan melalui berbagaio kerja sama ilmuan yang pada hakekatnya sangat dimungkimkan lahirnya integrasi ilmu, baik dalam sistem maupun dalam metodologinya, tampa menapikan dan membatalkan adanya spesialisasi ilmu. Apalagi jika dilihat pada dataran metrafisikanya, karena dalam pandangan tauhid, pada hakekatnya ilmu-ilmu itu, merupakan penjelmaan dialegtis dari ayat-ayat tuhan sendiri.
Dalam menghadapi kompleksitas dan pluralitas persoalan kemanusiaan dewasa ini, maka diperlukan suatu integrasi (kesatuan/tauhid) ilum-ilmu untuk medekati dan memecahkan persoalan tersebut, suatu pendekatan yang disebut sebagai multi disciplineapproach, yang bisanya adalah filsafat.
Dan jika dilihat dari adanya kecendrungan makin kompleknya persoalan yang dihadapi manusia, seperti keterbelakangan dan kemiskinan, yang mana hal itu tidak mungkin dipecahkan dengan pendekatan tunggal saja. Maka mau tidak mau, berkerja sama berbagai ilmu itu mutlak diperlukan melalui berbagaio kerja sama ilmuan yang pada hakekatnya sangat dimungkimkan lahirnya integrasi ilmu, baik dalam sistem maupun dalam metodologinya, tampa menapikan dan membatalkan adanya spesialisasi ilmu. Apalagi jika dilihat pada dataran metrafisikanya, karena dalam pandangan tauhid, pada hakekatnya ilmu-ilmu itu, merupakan penjelmaan dialegtis dari ayat-ayat tuhan sendiri.
Dan
oleh karena itu tidaklah aneh kalau filsafat tersebut mencakup juga
lapangan-lapangan ilmu keislaman lain, dan mempengaeruhi pula
pembatasan-pembatasannya, apalgai penyelelidikan keilmuan pada waktu itu
banyak bersifat ensiklopedis yang serba meliputi. Kita tidak akan
mempunyai gambaran yang lengkap tentang kegiatran filsafat dalam dunia
Islam, kalau kita membatasi diri kepada ahsil karya filosof-filosof
islam saja, atau mereka yang terkenal dengan sebutan ”filosof
peripatetik”, akan tetapi harus memperluasnya sehingga mencakup
pembahasan ilmu kalam, tasauf dam usul fiqih serta tarikh tasyrik.
Selanjutnya
dalam kajian keilmuan Islam, maka posisi filsafat Islam adalah landasan
adanya integrasi berbagai disiplin dan pendekatan yang makin beragam,
karena dalam bangunan epistemologi Islam mau tidak mau, filsafat Islam
dengan metode rasional transendental dapat menjadi sumbernya. Contoh:
Fiqih pada hakekatnya adalah pemahaman yang pada dasarnya adalah
filsafat, yang kemudoan di kembangkan dalam usul Fiqh. Tampa filsafat
fiqih akan kehilangan semangat untuk perobahan sehingganya fiqih dapat
menjadi baku bahkan pintu ijtihad akan tertutup.
Jika ada petentangan antara fiqh dan filsafat, seperti yang pernah terjadi dalam sejarah pemikiran Islam, maka hal itu lebih disebabkan karena terjadinya kesalah pahaman dalam memahami risalah kenabian. Jadi filsaft bukanlah anak haram Islam, tetapi filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian. Filsafat Islam adalah basis studi keilmuan Islam, yang mengintegrasikan dan mengikatkannya, agar tidak terlepas dari cita-cita Islam. Filsafat Islam sebagai hikmah yang hadir, untuk pencerahan intelektual Islam, untuk keselamatan dan kedamaian hidup dunia dan akhirat, dan untuk peneguhan hati manusia sebagai khalifah dan sebagai hamba tuhan.
Jika ada petentangan antara fiqh dan filsafat, seperti yang pernah terjadi dalam sejarah pemikiran Islam, maka hal itu lebih disebabkan karena terjadinya kesalah pahaman dalam memahami risalah kenabian. Jadi filsaft bukanlah anak haram Islam, tetapi filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian. Filsafat Islam adalah basis studi keilmuan Islam, yang mengintegrasikan dan mengikatkannya, agar tidak terlepas dari cita-cita Islam. Filsafat Islam sebagai hikmah yang hadir, untuk pencerahan intelektual Islam, untuk keselamatan dan kedamaian hidup dunia dan akhirat, dan untuk peneguhan hati manusia sebagai khalifah dan sebagai hamba tuhan.
Daftar literatur :
Drs.H.Abu Ahmadi, Filsafat Islam, CV.Toha putra , semarang, 1982
DR.Musa Asy’arie, Filsafat islam sunah Nabi dalam berpikir, LESFI,Yogyakarta, 1999.
Dr. H. Hamzah Ya’qub, Filsafat Agama: Titik Temu Akal Dengan Wahyu, (Jakarta, Pedoman ilmu Jaya, 1992), cet. ke-1.
Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Semarang, Ramadhani, 1982), cet. ke-2
http://ichwanparado.blogspot.co.id/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar