Filsafat memiliki
hubungan yang sangat erat dengan bimbingan dan konseling. Filsafat dalam
bimbingan dan konseling atau yang lebih dikenal dengan istilah “Landasan
Filosofis” dijadikan sebagai salah satu landasan / dasar / patokan bagi
konselor dalam memberikan arahan dan pemahaman terhadap pelaksanaan setiap
kegiatan bimbingan dan konseling agar dapat dipertanggung jawabkan secara
logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling
berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis
tentang: apakah manusia itu? Dan untuk mencari jawaban atas pertanyaan
filosofis tersebut, tentunya tidak lepas dari berbagai aliran filsafat yang
ada, mulai dari filsafat klasik hingga filsafat modern dan bahkan filsafat
post-modern. Dari
berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat Victor Frankl, Patterson,
Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph (dalam Prayitno, 2003) telah
mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut
1. Manusia adalah makhluk rasional yang
mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan
yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus
memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi
untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan
dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
5. Manusia memiliki dimensi fisik,
psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
6. Manusia akan menjalani tugas-tugas
kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas
kehidupannya sendiri.
7. Manusia adalah unik dalam arti
manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
8. Manusia adalah bebas merdeka dalam
berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut
perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan
menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
9. Manusia pada hakikatnya positif,
yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan
terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia
tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang
dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi
dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok
utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
John J. Pietrofesa et.al. (1980:
30-31) dalam (Yusuf, 2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang
berkaitan dengan landasan filosofis dalam bimbingan, yaitu sebagai berikut :
1. Objective Viewing
Dalam hal ini konselor membantu klien agar memperoleh suatu
perspektif tentang masalah khusus yang dialaminya, dan membantunya untuk
menilai atau mengkaji berbagai alternatif atau strategi kegiatan yang memungkinkan
klien mampu merespon interes, minat atau keinginannya secara konstruktif.
2. The
Counselor must have the best interest of the client at heart
Dalam
hal ini konselor harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya.
Konselor menggunakan keterampilan untuk membantu klien dalam upaya
mengembangkan keterampilan klien dalam mengatasi masalah (coping) dan
keterampilan hidupnya (life skills).
John J. Pietrofesa et.al. (1980)
dalam (Yusuf, 2010) selanjutnya mengemukakan pendapat James Cribbin tentang
prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan sebagai berikut.:
1. Bimbingan hendaknya didasarkan pada
pengakuan akan keilmuan dan harga diri individu (klien) dan atas hak-haknya
untuk mendapat bantuan.
2. Bimbingan merupakan proses
pendidikan yang berkesinambungan. Artinya bimbingan merupakan bagian integral
dalam pendidikan.
3. Bimbingan harus respek terhadap
hak-hak setiap klien yang meminta bantuan atau pelayanan.
4. Bimbingan bukan prerogratif kelompok
khusus profesi kesehatan mental. Bimbingan dilaaksanakan melalui kerjasama,
yang masing-masing bekerja berdasarkan keahlian atau kompetensinya sendiri.
5. Fokus bimbingan adalah membantu
individu dalam merealisasikan potensi dirinya.
6. Bimbingan merupakan elemen
pendidikan yang bersifat individualisasi, personalisasi dan sosialisasi.
Makna dan fungsi filsafat dalam
kaitanya dengan layanan bimbingan dan konseling, Prayitno dan Erman Amti (dalam
Yusuf, 2010) mengemukakan pendapat Belkin (1975) yaitu bahwa, “Pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang semuanya
diharapkan merupakan tidakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran
filsafat tentang berbagai hal yang tersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan
konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi
pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada
khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dalam
mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan pemahaman filosofis
juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih
fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar